Pungutan Ekspor CPO Dicabut, Sementara
Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. [cnbc-muhammadsabki] |
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sudah menandatangani peraturan mengenai penyetopan pungutan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).
"PMK sudah saya tanda tangani, tinggal diundangkan," kata Sri Mulyani di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Desember 2018.
Menurut Sri Mulyani, ditekennya peraturan menteri keuangan (PMK) itu pun sesuai dengan keputusan dalam rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Sri Mulyani mengatakan, keputusan itu pun bersifat sementara sambil menunggu harga CPO kembali ke batas normal. Bila harga sudah dianggap normal, kebijakan pungutan pun akan diberlakukan lagi.
"Ya, sesuai dengan rapat di tempatnya Pak Menko mengenai situasi harga CPO sekarang ini dilakukan suatu kebijakan. Dengan tingkat harga di bawah US$ 500, pungutan untuk BLU CPO dan turunannya dilakukan keputusan dengan tarif nol," ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Harga CPO pada saat keputusan diambil sudah berada di level US$ 420 per ton dari yang sebelumnya US$ 530 per ton. Selama harga di level US$ 400 per ton maka biaya pungutan ekspor yang diberlakukan oleh BPDP-KS dihapus sementara.
Ketika harga sudah pulih, pengenaan pungutan akan kembali dilakukan walau tak berlaku penuh atau disesuaikan dengan tingkat harga CPO yang ada saat itu. Misalnya, harga sudah US$ 500 per ton maka pungutannya untuk CPO US$ 25, turunan pertama menjadi US$ 10 per ton, turunan keduanya US$ 5 per ton.
Ketika harga CPO di atas US$ 549 per ton maka BPDP-KS kembali memperlakukan pungutan seperti pada awalnya, yaitu CPO sebesar US$ 50 per ton, untuk turunan pertama US$ 30 per ton, dan US$ 20 per ton untuk turunan kedua.
Sementara itu, di luar soal penghapusan pungutan ekspor CPO itu, impor minyak sawit dan biodisel Indonesia ke Tiongkok dikabarkan meningkat. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sepanjang Oktober 2018, impor itu meningkat jadi 541,81 ribu ton dari 332,52 ribu ton di bulan September 2018. Artinya, naik 63%.
“Naiknya impor minyak sawit China didorong oleh pengurangan pasokan kedelai oleh China dari Amerika sebagai efek dari perang dagang kedua negara raksasa tersebut. Selain itu pada awal Oktober China juga mulai mengeskalasi pelarangan impor rapeseed meal dari India untuk pakan ternak ruminansia dan unggas,”ujar Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif GAPKI, awal November lalu.
No comments