TERBARU

Ilmu Gentur di Majalengka

Ahmad Ginanjar Sya'ban, santri kelahiran Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat, yang kini mengajar di sejumlah perguruan tinggi. Banyak mengurai naskah dan kitab lama karya ulama Nusantara.

Jum'at, 26 Juni 2020, saya dan Ade Gumilar Irfanulloh b. Saefulloh mengunjungi rumah sahabat kami, Ustadz Abdul Majid di dukuh Karang Sembung, Kadipaten (Majalengka).
Di rumahnya, kami menjumpai sejumlah koleksi manuskrip (makhthuth/naskah tua tulis tangan) dan kitab cetak tua milik almarhum Kiyai Muhammad Shobirin. Sosok Kiyai Shobirin adalah paman dari istri Ustadz Abdul Majid.
Kebanyakan manuskrip adalah salinan (nuskhah mansukhah), berupa "Taqrirat" (semacam rangkuman catatan penjelasan) saat Kiyai Shobirin belajar di Pesantren KH. Achmad Munawar di Cilaku, Cianjur dalam rentang masa waktu 1952-1960.
Di antaranya adalah Taqrirat Sullam Munawaraq (logika), Taqrirat Tashrif al-'Izz (morfologi Arab), Taqrirat al-Samarqandiyyah (retorika), Nazham Natijah al-Adab (dialektika/ilm al-munazharah) karya Abdul Malik b. Abdul Wahhab al-Fatni al-Hindi al-Makki, Nazham Ibn al-Ibad fi al-Najasat (fikih), dan Nazham fi Ilm al-Maqulat al-Asyrah karya KH. Ahmad Syathibi Gentur.
Bagi saya, menemukan manuskrip karangan KH. Ahmad Syathibi Gentur ini (Nazhom 'Ilm al-Maqulat) sangat berarti. Pasalnya, dari beberapa karya KH. Ahmad Syathibi Gantur yang saya miliki, kesemuanya berupa kitab cetak dan fotokopian.
Manuskrip lainnya mencakup teks Khutbah Jum'at, beberapa kumpulan nasehat, do'a, shalawat, hizib, surat menyurat dan lain-lain.
Menyimak manuskrip beberapa Taqrirat yang disalin oleh Kiyai Shobirin ketika belajar di Pesantren Cilaku (Cianjur), mengingatkan saya pada beberapa kitab Taqrirat yang dicetak oleh Pesantren Warudoyong (Sukabumi).
Sekitar sebulan yang lalu, saya mendapatan beberapa kitab Taqrirat yang berasal dari Pesantren Warudoyong dari toko kitab Pesantren al-I'tishom Coblong, Warungkondang (Cianjur) asuhan KH. Khairi Romadloni Khoiri Romadoni, alumni Pesantren Lirboyo (Kediri, Jawa Timur).
Saya lalu membandingkan Taqrirat Pesantren Cilaku dari manuskrip salinan Kiyai Shobirin dengan Taqrirat Pesantren Warudoyong. Ternyata kedua Taqrirat tersebut sangat mirip dalam pola dan isi.
Kemiripan di atas tidak mengherankan. Hal ini karena Pesantren Cilaku dan Pesantren Warudoyong dipertemukan oleh ikatan jaringan alumni Pesantren Gentur. Baik pendiri dan pengasuh Pesantren Cilaku, yaitu KH. Achmad Munawwar (w. 1973), juga pendiri dan pengasuh Pesantren Warudyong, yaitu KH. Inayatillah (w.?), keduanya adalah sama-sama murid dari KH. Ahmad Syathibi Gentur (w. 1947).
Kita bisa menduga bahwa pada dasarnya Taqrirat tersebut, baik Taqrirat Cilaku atau pun Taqrirat Warudoyong, berasal dari Pesantren Gentur. Pesantren ini bisa dikatakan sebagai salah satu pusat tansmisi keilmuan Islam terpenting di wilayah Tatar Sunda pada paruh pertama abad ke-20 M.
Pesantren Gentur terkenal dengan kajian ilmu tata bahasa Arab, juga ilmu retorika (balaghah) dan dialektika (munazharah). KH. Ahmad Syaibi Gentur tercatat mengarang beberapa kitab dalam bahasa Arab terkait dua bidang ilmu tersebut.
KH. Sarkhosi Subki, sesepuh PCNU Majalengka dan juga pengasuh pesantren Mansyaul Huda di Heuleut, Kadipaten, Majalengka, yang juga suami adik ipar Kiyai Shobirin, mengatakan bahwa Kiyai Shobirin adalah seorang "jago gegenturan" atau "kiyai ahli ilmu Gentur". Maksudnya, beliau adalah orang yang mahir dalam ilmu retorika dan dialektika.
Menurut KH. Sarkhosi, di Majalengka pada pertengahan abad 20 lalu ada beberapa kiyai yang menguasai "ilmu Gentur". Mereka terkoneksi dengan jaringan intelektual KH. Ahmad Syathibi Gentur. Di antara mereka adalah Kiyai Shobirin (Kadipaten), Kiyai Abdul Syakur Cisambeng (Palasah) dan Kiyai Syairozi Harun (Dawuan).
Kiyai Shobirin sendiri adalah putra dari Kiyai Hasyim Bantarjati (Jatitujuh). Sebelum belajar di pesantren Cilaku di Cianjur, beliau terlebih dahulu belajar di pesantren Ranji (Kasokandel, Majalengka) asuhan KH. Subki Imroni, yang tak lain adalah ayah dari KH. Sarkhosi Subki.
KH. Subki Imroni pesantren Ranji adalah murid dari KH. Shobari dari pesantren Ciwedus (Kuningan). KH. Shobari Ciwedus adalah murid dari Syaikhona Kholil Bangkalan (Madura).
KH. Shobari Ciwedus adalah guru dari KH. Syujai Kudang (Tasikmalaya). KH. Syujai Kudang sendiri adalah guru dari KH. Ahmad Syatibi Gentur, juga guru dari KH. Ruhiyat Cipasung (Tasikmalaya) ayah dari KH. Ilyas Ruhiyat (Rois Am PBNU).
Melalui manuskrip-manuksrip Kiyai Shobirin (Majalengka) di atas, juga dengan penjelasan dari KH. Sarkhosi Subki, kita seakan dibukakan jendela informasi terkait transmisi intelektual Islam dan jaringan ulama Tatar Sunda pada peralihan abad XIX dan XX, melalui transmitter (mata rantai jaringan) KH. Shobari Ciwedus (Kuningan) dan KH. Ahmad Syathibi Gentur (Cianjur).
Transmisi dan koneksi di atas dijelaskan dengan sangat gamblang dan lugas dalam buku "Masterpiece Islam Nusantara" karya sejarawan santri KH. Dr. Zainul Milal Bizawie.
نفعنا الله تعالى بهم وبعلومهم في الدارين آمين
Majalegka, Kapit (Dzulqaedah) 1441 Hijri/Juni 2020 Masehi

Sumber: https://www.facebook.com/ahmad.ginanjarsyaban/posts/10158399464679696

No comments