Bantulah Polisi Melawan Teroris
Oleh: Ahmad Ishomuddin, mantan Rais Syuriyah PBNU dan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI
Seingat saya, telah berulangkali polisi-polisi yang bertugas jaga di pos mereka menjadi target bom bunuh diri dari teroris dan kemudian bersama orang-orang tidak berdosa mereka menjadi korbannya.
Saya katakan bahwa asumsi para teroris itu keliru dan sesat karena profesi polisi dalam perspektif ajaran Islam bukanlah tolok ukur untuk menghukumi kafir manusia lainnya. Tidak ada satu pun alasan agama yang dapat diajukan untuk mengharamkan profesi kerja sebagai polisi di negara kita. Para polisi di negara kita adalah salah satu unsur terpenting dari penegakan hukum demi menjaga ketertiban di tengah-tengah masyarakat. Dalam perspektif Islam, kepolisian adalah salah satu aparatur pemerintahan yang bertugas mengatur "ketertiban" urusan dunia (li siyasat al-dunia).
Tuduhan bahwa pemerintahan NKRI yang sah adalah pemerintahan kafir, thaghut dan memusuhi Islam juga tidak benar dan bahkan merupakan fitnah yang keji. Sejak dahulu para pendiri bangsa ini dan hingga kini seluruh rakyat telah sepakat bahwa bentuk negara kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipimpin oleh Presiden, berazaskan Pancasila dan berlandaskan konstitusi UUD 1945. Mereka sepakat bahwa negara kita bukan negara yang berdasarkan agama tertentu, tetapi negara yang menjamin kebebasan untuk menjalankan ajaran agama sesuai keyakinan masing-masing penganutnya.
Jadi, pemerintahan di negara kita tidak bisa, bahkan haram hukumnya, dikatakan thaghut, sebab hukum dan aturan yang berlaku di negara kita tidak mengingkari dan tidak pula dimaksudkan untuk menyerang nilai-nilai Islam. Justru dalam hal ini pemerintah RI telah dan selalu berupaya untuk menjaga agama yang ada (li hirasat al-din). Sistem yang berlaku di negara kita tidak boleh (haram) disebut thaghut karena istilah thaghut dalam al-Qur'an kebanyakan digunakan untuk menyebut syetan, berhala dan kahin (dukun) sebagai pemutus hukum.
Kedua, para polisi menjadi target bom bunuh diri karena para teroris bermaksud menarik simpati sebanyak mungkin anggota masyarakat agar mendukung aksi-aksi radikal mereka. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak oknum polisi yang secara kasat mata tidak amanah dalam menjalankan kewajibannya sebagai aparat penegak hukum, misalnya terlibat kasus suap menyuap dan sebagainya. Sikap tidak terpuji sebagian oknum polisi seperti itu jelas membuat masyarakat antipati bahkan benci kepada aparat kepolisian. Jadi, seringnya para polisi menjadi target korban terorisme tidak lain kecuali untuk menebarkan kebencian, mengilangkan simpati masyarakat kepada aparatur pemerintah itu dan mengadu domba mereka dengan masyarakat umumnya.
Berkaitan dengan fenomena tersebut saya anjurkan kepada semua aparat kepolisian dan para pemimpinnya agar selalu waspada dan bersikaplah amanah, jujur, adil, dan lebih profesional dalam menjalankan kewajiban agar setiap anggota masyarakat merasa terayomi, sehingga menjadi polisi yang dicintai rakyat. Untuk semua itu maka setiap polisi wajib berani karena benar untuk menghadapi musuh rakyat. Ia seperti sekawanan lebah yang pada saatnya berani menyengat apabila diganggu. Polisi agar tidak seperti ulat yang rakus dan lahap memakan dedaunan saat menghinggapinya.
Tanpa partisipasi masyarakat mustahil rasanya polisi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional dalam menangani setiap tindak kriminal apa saja hingga fenomena radikalisme dan terorisme. Dalam hal ini kerjasama dengan semua pihak harus ditingkatkan dan diintensifkan agar Indonesia tetap utuh dan tidak terkoyak-koyak menjadi korban ilusi segelintir manusia yang tidak waras akal dan sikapnya melampaui batas atau berlebihan dalam beragama.
No comments