TERBARU

KUHP, Benturan Budaya yang Belum Usai


Oleh : Michael Vatikiotis, wartawan, diplomat, dan penulis novel. Ia juga penasihat senior di 
Centre for Humanitarian Dialogue.

Selama Indonesia merdeka, telah terjadi perjuangan besar-besaran untuk mencari dan membangun jiwa bangsa.

Sampai baru-baru ini, hal ini tampak seperti kontes antara otoritarianisme yang berakar pada tradisi kerajaan Hindu-Buddha Jawa kuno dan ide-ide modern tentang demokrasi dan kesetaraan yang mendorong transisi yang sangat kuat menuju demokrasi pada tahun 1998.

Namun, kontroversi atas hukum pidana baru yang disahkan oleh parlemen awal bulan ini telah mengungkapkan perjuangan eksistensial antara sebagian besar kekuatan tradisi sinkretis pribumi Jawa dan striktur sempit dan konservatif dari Islam ortodoks impor.

Sebagian besar komentar tentang kode baru tersebut berfokus pada sifat regresif dari ketentuannya tentang isu-isu seksualitas dan kebebasan berekspresi dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap agama minoritas. Yang kurang dibahas adalah bagaimana hal ini berhubungan dengan perjuangan panjang negara tersebut atas identitas budaya dan agamanya.

Ada tiga sisi dari kontes ini.

Di satu sisi akar liberal dari kenegaraan modern Indonesia, ditempa dalam api perjuangan bersenjata anti-kolonial dan dipengaruhi oleh sosialisme Eropa.

Pengaruh ini mendukung konstitusi negara tahun 1945 yang singkat namun idealis, yang terus menjadi dasar hukum republik. Naluri para founding fathers adalah untuk membentuk Indonesia menjadi negara modern, dan Pancasila, filosofi resmi negara baru, dimaksudkan untuk menghindari menempatkan agama monoteistik impor di jantung negara.

Tetapi dorongan modern dari generasi yang berjuang untuk kemerdekaan segera bertabrakan dengan dua kekuatan lain: otoritas hierarkis dan paternalistik tradisional yang diwujudkan dalam budaya Jawa, dan konservatisme Islam yang melawannya sebagaimana ditafsirkan oleh ulama garis keras dari Arab Saudi.

Dalam banyak hal, KUHP baru menjadi mangsa perjuangan ini, tidak memuaskan satupun protagonis.

Liberal kecewa dengan kendala implisit maupun eksplisit pada kebebasan, sementara kaum tradisionalis khawatir tentang konsesi untuk Islam konservatif, dan Islamis resah bahwa kode tersebut tidak cukup jauh untuk memasukkan hukum Islam.

Jadi pihak mana yang menang dan ke arah mana negara terbesar keempat di dunia ini berdasarkan populasi? Perjuangan adalah inti dari politik negara, seperti yang ditunjukkan pemilihan umum 2019.

Penentang Presiden petahana Joko Widodo, yang merupakan orang Jawa yang kukuh, berunjuk rasa seputar agenda Islam. Widodo menang tetapi oposisi melakukannya dengan sangat baik di balapan lain, mendefinisikan wilayah yang cukup besar di Sumatera dan Jawa Barat sebagai Islamis.

Saat mengikuti kampanye di Jawa Barat, saya dikejutkan oleh semangat gerakan Islam dan mendapati diri saya dilarang memasuki sekolah agama sebagai orang asing dan non-Muslim.

Ketentuan dalam undang-undang baru yang membatasi ekspresi perbedaan pendapat politik akan menyenangkan kaum tradisionalis Jawa, yang telah lama mundur dari gagasan bahwa orang Indonesia biasa dapat mempertanyakan otoritas yang sah.

Tetapi hasil bersih dari pemilihan terakhir dan hukum pidana adalah bahwa kaum Islamis konservatif memperoleh dukungan. Pengadilan dan otoritas lokal semakin mengizinkan atau membantu pengesahan peraturan Islam seperti memaksa anak perempuan untuk memakai jilbab di sekolah. Beberapa Muslim liberal mengatakan bahwa mereka mengenakan jilbab untuk bekerja agar tidak dikritik oleh penganut agama ortodoks yang lebih jeli.

Alhasil, percampuran sinkretis monoteisme dengan mistisisme lokal yang menjadi ciri khas Indonesia tergantikan oleh pakaian dan ritual yang memutih yang berusaha meniru cita-cita yang berasal dari padang pasir Arab.

Kritikus liberal adalah suara yang sebagian besar diredam atau minoritas yang terbatas pada salon perkotaan. Widodo adalah seorang pragmatis yang mengambil pertarungan dengan hati-hati dan suka menyenangkan semua pihak.

Tapi dia secara konstitusional tidak bisa mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga pada tahun 2024. Ganjar Pranowo, mantan Gubernur Jawa Tengah, adalah calon penerusnya, yang  akan dilawan oleh Anies Baswedan, yang sebelumnya menjabat sebagai gubernur Jakarta dan memiliki silsilah Islam dan berakar pada masyarakat Arab dan kubu Islam di Jawa Barat.

"The Painter of Lost Souls", sebuah novel yang saya terbitkan pada tahun 2012, berupaya menangkap perjuangan budaya.

Bercerita tentang seorang seniman muda dari desa miskin yang menjadi populer di kota Yogyakarta dan menarik perhatian keraton Jawa, yang mencari cara untuk menopang tradisi sinkretis mistik melawan gempuran Islamisme.

Kembali ke desa pelukis, seorang guru Islam dengan latar belakang Arab mengindoktrinasi teman masa kecilnya sehingga sang teman kembali mau merawat orang tuanya yang sakit, dia dianggap sebagai orang buangan.

Ada banyak demon yang menghantui perjuangan identitas Indonesia. Merajut republik bersama-sama melibatkan tingkat pemaksaan dan kesesuaian budaya yang telah melahirkan perbedaan pendapat regional, yang pada gilirannya telah mempertahankan ketegangan mendasar antara interpretasi santri Islam yang ketat dari iman Muslim dan bentuk abangan yang lebih sekuler atau sinkretis.

Mungkin demon terbesar adalah warisan yang belum tertangani dari pembunuhan massal terhadap tersangka pendukung komunisme dalam konflik tahun 1965 yang menelan korban sekitar 1 juta orang Indonesia. Sementara tentara sering disalahkan, pendorong utama kebencian anti-komunis pada saat itu adalah pendirian Islam.

Kecuali demon-demon tadi ini ditangani, sulit membayangkan pergulatan budaya ditahan atau diselesaikan. Sementara itu, kaum Islamis mendapatkan dukungan, membuat banyak orang Indonesia khawatir.

Indonesia tidak mungkin mengikuti jalan Revolusi Islam Iran, di mana perlawanan rakyat terhadap aturan keras para ayatollah menunjukkan bahwa perjuangan budaya juga sedang berlangsung. Tetapi negara terpadat di Asia Tenggara itu bisa segera menyerupai Turki, yang dulu sangat sekuler, di mana larangan mengenakan jilbab telah dicabut dan pemerintah telah mencoba untuk membatasi suku bunga, dengan mengutip hukum Islam.***

SUMBER: Nikei Asia, Indonesia's new criminal code reflects unresolved culture clash.

No comments