Pelajaran dari KTT G20 Bali
Anies Baswedan, Co-Chair C-40 (jaringan walikota dari hampir 100 kota terkemuka dunia) dan Gubernur Jakarta dari 2017 hingga 2022.
G20 di
Bali merupakan episode global yang penting. Di tengah awan peperangan,
perlambatan ekonomi ke depan, dan kesengsaraan yang tak henti-hentinya di
seluruh dunia, para pemimpin yang bersidang di Bali telah menunjukkan kesediaan
mereka untuk mengatasi banyak masalah di meja mereka yang terhormat.
Presiden
Joko Widodo sebagai ketua G20 tahun 2022 berhasil menanamkan aura optimisme di
kalangan para pemimpin dunia dengan tagline “Recover Together, Recover
Stronger" -- “Pulihkan
Bersama, Sembuh Lebih Kuat”.
Terbukti
di Bali, yang masyarakatnya sangat terpukul oleh pandemi, namun mereka pantang
menyerah. Dengan ketangguhan yang luar biasa, mereka menyebarkan getaran
perasaan yang baik ke seluruh dunia. Kita tidak baik-baik saja, tapi kita
bergerak maju dan terus berjuang.
Kita
baru saja keluar dari — atau setidaknya sekarang hampir melihat akhir — pandemi
Covid-19 dengan banyak hikmah. Sementara semuanya usai, kita harus bergerak dan
menerapkan pendekatan baru dalam mengembangkan dan melestarikan planet ini.
Intervensi
segera diperlukan di beberapa daerah dengan inflasi tinggi, kata Presiden Jokowi
Kita
memang memiliki goresan dari bencana dua tahun yang panjang tetapi harus tetap
melanjutkan yang kita bisa. Tantangan besar dalam mengelola pandemi telah
membebani banyak pemerintah.
Ya,
kami lulus dengan baik dalam ujian itu. Federico Coccolini, Enrico Cicuttin,
dan Camilla Cremonini (2021) menyarankan 10 pelajaran dari pandemi dalam World Journal of Emergency Surgery yang
bergengsi. Dua pelajaran itu adalah "mempertahankan integritas sains"
dan "menghapuskan retorika dan mematuhi kebenaran".
Kedua
prinsip ini sangat dijunjung tinggi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
mengarungi pandemi. Kelangsungan hidup umat manusia dalam pandemi sangat bergantung
pada pendekatan ilmiah.
Vaksinasi
dan penegakan protokol kesehatan di masyarakat menjadi langkah krusial. Dalam
dikotomi kesehatan versus ekonomi, kami belajar bahwa nyawa manusia itu
berharga, bahkan lebih berharga daripada pertumbuhan ekonomi.
Dalam dikotomi retorika versus kebenaran, kami percaya bahwa orang berhak mendapatkan kebenaran dari pihak berwenang.
Politik
terkadang membuat pemerintah dan kebijakan publik terlihat konyol atas nama
dukungan rakyat, namun politisi harus mengetahui tanggung jawab moral dan etika
yang melekat pada kekuasaan mereka.
Komunitas
global harus siap menghadapi situasi pandemi berikutnya. Semua pemerintah
memahami risiko menjadi cuek ketika pandemi menyerang.
Kita
harus tetap waspada dan tidak mengambil risiko dalam menangani korban besar. G20
telah memprakarsai Dana Pandemi (The Pandemic Fund) untuk memberdayakan kapasitas fiskal
banyak pemerintah dalam menghadapi pandemi di masa depan.
Dana
Pandemi dimaksudkan untuk memperkuat kapasitas negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah untuk memitigasi risiko ancaman kesehatan global di masa
depan.
Dana
tersebut menyediakan aliran khusus pembiayaan jangka panjang untuk PPR (prevention,
preparedness, and response/pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons) dan mengatasi kesenjangan
kritis melalui investasi dan dukungan teknis di tingkat nasional, regional, dan
global.
Ini
mungkin hasil paling nyata dari pertemuan tingkat tinggi tersebut, meski ada
yang mengatakan itu tidak cukup. Pemerintah harus melihat pandemi dari perspektif
kesehatan masyarakat.
Artinya,
semua negara harus menerapkan sistem universal
health coverage (UHC). Namun, hal ini harus didahului dengan pola pikir
preventif di kalangan masyarakat dalam bidang kesehatan.
Dengan
demikian, kami melihat bahwa rumah sakit dan klinik kesehatan juga untuk orang
sehat. Masyarakat datang ke fasilitas kesehatan untuk vaksinasi, medical check up, konsultasi gizi, dan
konsultasi kesehatan jiwa. Dengan cara ini, pemerintah dapat mengalokasikan
dana publik secara lebih efisien dan bertanggung jawab.
Isu strategis lain dalam G20 yang muncul dari acara tersebut adalah perubahan iklim. Ada baiknya isu tersebut dibahas sebagai side event B-20 di kalangan pebisnis kelas dunia.
Kami mendorong
pemerintah untuk mengambil langkah berani dalam mengurangi emisi karbon.
Implementasi kebijakan publik yang cepat dan tepat dimungkinkan dalam isu
perubahan iklim.
Jakarta bisa menjadi pelajaran yang baik, karena kota ini telah mampu mengurangi emisi karbon lebih cepat dari rencana awal pemerintah melalui pergeseran kebijakan dari pembangunan berorientasi mobil (car oriented development) menjadi pembangunan berorientasi transit (transit oriented development).
Kami
mendidik warga untuk berjalan kaki atau menggunakan sepeda dan memanfaatkan
kendaraan berbahan bakar non-fosil. Sejak itu, jumlah penumpang angkutan umum
melonjak hingga lebih dari satu juta per hari.
Kami
memakai lebih banyak bus listrik untuk mengurangi polusi udara di kota. Januari
2022, Kelly Sims Gallagher menulis di Foreign
Affairs bahwa sejak awal Revolusi Industri, negara-negara telah melepaskan
satu setengah triliun metrik ton karbon dioksida ke atmosfer.
Emisi
kumulatif terbesar berasal dari Amerika Serikat, negara-negara Eropa, China,
dan Rusia. Beberapa negara ini adalah anggota G20. Karena itu, dunia perlu
melihat komitmen mereka dalam menyelesaikan masalah perubahan iklim.
Pelajaran
ada untuk dipelajari. Mungkin G20 adalah negara yang paling mampu di planet ini
untuk membuat kebijaksanaan dan mengatasi masalah tingkat global. India sebagai
presidensi G20 berikutnya akan mengambil alih kepemimpinan untuk menangani
potensi serangan pandemi dan dampak perubahan iklim yang parah.
Sementara
tantangan semakin dekat, misi G20 untuk menyelamatkan umat manusia tidak boleh
luntur. Meski klub ini tentang ekonomi, anggota G20 harus sadar bahwa ekonomi tidak
bisa tumbuh dalam ruang hampa.
Ekonomi
tumbuh dalam ruang yang penuh dengan tantangan dan peluang yang kompleks. G20
harus mempertahankan arah peningkatan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan,
peningkatan kesejahteraan, penyediaan layanan kesehatan, dan mengutak-atik
kebijakan publik terbaik untuk menenangkan keterpurukan ekonomi.
Dari
Indonesia hingga India, kita berharap G20 mampu menciptakan terobosan-terobosan
secara kolaboratif dan memimpin kemajuan.
Catatan: Kolom ini merupakan terjemahan dari "G20 must continue efforts to calm economic downturn", New Strait Times, 30 November 2022. Dimuat ulang atas persetujuan staf penulisnya.
No comments