TERBARU

Bebas tanpa Ganti Rugi?

Pegi Setiawan dan rumah yang dulu sempat digeledah Polres Cirebon. [istimewa]

Sebuah koreksi dilayangkan Pengadilan Negeri Bandung kepada jajaran Polda Jawa Barat. Senin, 8 Juli 2024, Hakim tunggal  Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan. Praperadilan ini dilakukan setelah Kepolisian Daerah Jawa Barat menetapkan Pegi sebagai tersangka kasus pembunuhan Muhammad Rizky Rudiana dan Vina Dewi Arsita yang terjadi delapan tahun lalu. "Permohonan dari pemohon praperadilan seluruhnya dikabulkan," kata Eman saat membacakan putusan tersebut.

Dalam putusannya, Eman menyatakan bahwa penetapan Pegi sebagai tersangka dianggap bermasalah dan tidak sah secara hukum. Karena itu, Eman memerintahkan Polda Jawa Barat segera membebaskan Pegi dan memulihkan nama baiknya. 

Penangkapan Pegi bermula setelah kisah kematian Vina dan Eky delapan tahun lalu diangkat menjadi film. Dirilisnya film tersebut, 8 Mei 2024, sontak memantik desakan masyarakat agar polisi menangkap para pelaku kekejian tersebut. Terlebih, selain tujuh tersangka yang telah diadili dan divonis, bahkan salah satunya telah bebas dari penjara, polisi belum juga berhasil menangkap tiga tersangka lainnya -- Dani, Andi dan Pegi alias Perong. Dan mereka inilah, konon, yang sejatinya pelaku utama pembunuhan yang terjadi pada 2016 itu.

Menanggapi desakan tersebut, Polda Jawa Barat pun mengambilalih penanganan kasus tersebut. Dan, 21 Mei 2024, mereka mengumumkan telah menangkap Pegi Setiawan. Menurut polisi, ia tak lain dari Pegi alias Perong, satu dari tiga buronan kasus pembunuhan terhadap Vina dan Eky.

Tak hanya itu. Berbeda dengan DPO yang telah mereka keluarkan sebelumnya, polisi juga menyatakan buronan kasus ini hanya satu. Artinya, dengan ditangkapnya Pegi, polisi menganggap kasus ini telah tuntas – tentu saja, setelah Pegi kelak diadili. 

Sebagaimana dingkapkan Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, Pegi ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan identifikasi pelaku dan STNK sepeda motor yang digunakan saat melaksanakan aksinya. "Kami yakinkan bahwa PS adalah ini, STNK (sepeda motor) yang digunakan saat kejadian kita mengamankan. Kami cek kartu keluarga, ini adalah Pegi Setiawan," kata Surawan kala konferensi pers di Polda Jawa Barat.

Di sisi lain, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Jules Abraham Abast menuturkan bahwa Pegi Setiawan alias Perong merupakan otak dari kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky atau Eky di Cirebon, sempat berganti nama menjadi Robi. “Tersangka sudah berganti nama menjadi Robi, namun polisi akhirnya berhasil melacak keberadaan tersangka saat bekerja menjadi kuli bangunan," kata Jules melalui keterangan tertulis, Rabu, 22 Mei 2024.

Menanggapi ini, Sugiyanti Iriani, kuasa hukum Pegi Setiawan, mengatakan bahwa nama Robi adalah nama dari adik Pegi, yaitu Robi, yang juga sebagai kuli bangunan di Bandung. “Robi itu kan nama adiknya mungkin teman teman disana itu manggilnya namanya Robi cuma candaan, dan yang namanya Robi itu ya adiknya,” kata Sugiyanti, sebagaimana dikutip Tempo beberapa waktu lalu.

Sementara, kepada sejumlah media, termasuk pernyataannya dalam acara ILC-TVOne, Kartini, ibu kandung Pegi Setiawan, menjelaskan bahwa sebutan Robi untuk anak pertamanya itu bermula dari ulah majikannya. “Ia hapalnya Robi, adik Pegi. Ketika ia meminta Pegi untuk bekerja padanya, ia menyebut Robi, Robi… Jadilah itu panggilan untuk Robi. Padahal, itu nama adiknya,” kata Kartini.

Dan ia, sebagaimana anggota keluarganya yang lain, tak meributkan kesalahan panggilan itu. Toh, di KTP dan dokumen resmi lainnya, nama Pegi Setiawan tak berubah.

Kalaupun dalam Kartu Keluarga ayahnya, yang sejak lama bercerai dengan Kartini, ia diakui sebagai keponakan; itu tak lain siasat sang ayah kepada keluarga barunya. “Ya, mungkin supaya dia bisa mengasuh Pegi lebih leluasa. Tak banyak ditanya oleh isteri barunya,” kata Kartini.

Sugiyanti menyesalkan pernyataan polisi yang menyebut bahwa alasan Pegi mengganti namanya menjadi Robi adalah salah satu bentuk kebohongan. “Kan kalau Pegi mengubah identitas mengubah Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau apa, ini kan enggak? Orang miskin mana bisa mengubah identitas, dari mana uangnya?” jelasnya.

Pegi sendiri sejak awal menyangkal ia terlibat dalam kasus Vina. "Saya bukan otak pembunuhan, saya bukan otak pembunuhan itu. Saya rela mati," kata Pegi, kala dihadirkan dalam konferensi pers di Polda Jawa Barat, Minggu 26 Mei 2024. “Saya korban fitnah,” katanya.

Bahkan beberapa kali polisi tampak membungkam mulut Pegi. Ketika didekati oleh awak media, Pegi kembali menegaskan dirinya tidak terlibat dalam kasus Vina Cirebon. "Saya tidak pernah melakukan pembunuhan itu. Ini fitnah. Saya rela mati," ucapnya saat dibawa petugas kepolisian.

Kendati begitu, Kepolisian Daerah Jawa Barat tetap meyakini bahwa Pegi Setiawan adalah tersangka sesungguhnya dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky. Sebab, polisi meyakini tidak ada nama Pegi lain dalam kasus tersebut.

Kabid Hukum Polda Jabar, Kombes Nurhadi Handayani juga mengatakan penetapan Pegi sebagai tersangka telah melewati serangkaian gelar perkara yang dihadiri oleh sejumlah pihak di internal kepolisian. “Pegi yang dimaksud Polda Jabar adalah itu. Bukan Pegi-Pegi yang lain. Mohon maaf ya, takutnya nanti ada Pegi mana lagi, mereka yang punya nama-nama Pegi lain,” kata Nurhadi di Bandung, Rabu, 3 Juli 2024 seperti dikutip dari Antara.

Ia juga menyebut,  penetapan status tersangka terhadap Pegi Setiawan didasarkan pada bukti-bukti yang cukup dan hasil penyelidikan yang komprehensif. “Kita sudah mempunyai tiga alat bukti yang cukup, semoga hakim mempetimbangkan apa yang kita sampaikan,” kata dia, kala itu.

Namun, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Bandung, Eman Sulaeman, berpendapat lain. Ia  menyatakan bahwa penetapan Pegi sebagai tersangka oleh dianggap bermasalah dan tidak sah secara hukum. Pegi harus dibebaskan dan ditetapkan sebagai bukan tersangka pembunuhan Vina-Eky.

Dalam putusannya, Eman menyoroti kesalahan prosedur yang dilakukan Polda Jawa Barat dalam penetapan Pegi sebagai tersangka. Ia menilai polisi tidak pernah memeriksa Pegi sebelumnya sebagai saksi atau pun calon tersangka. Selain itu, penyidik tak pernah memeriksa Pegi atau pun memberikan surat panggilan kepada Pegi dalam delapan tahun terakhir. 

Hakim juga menilai penetapan Pegi masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Pegi Setiawan tidak sah menurut hukum karena alasan yang sama. Kemudian Eman menilai Polda Jawa Barat tidak menjelaskan bukti yang rinci mengenai 2 alat bukti untuk menjerat Pegi.

Sementara, Tim dari Polda Jawa Barat pun hanya mengatakan ada 2 alat yang cukup dan hanya mendatangkan 1 saksi ahli. "Fakta di persidangan tidak ada alat bukti yang cukup," tandas Eman.

Di luar perkara teknis hukum sebagaimana disinggung Eman, tindakan polisi terhadap Pegi Setiawan ini memang ganjil. Ia ditangkap setelah publik riuh menyoal kasus pembuhan Vina-Eki, menyusul penanayangan film Vina Sebelum 7 Hari. Seakan polisi hanya ingin meredam keriuhan itu. Sementara, jauh sebelum ditangkap, polisi pernah menggeledah rumah Pegi Setiawan di Cirebon, dua hari setelah warga menemukan tubuh Vina dan Rizky di jembatan layang Talun, Kabupaten Cirebon, Sabtu malam,  27 Agustus 2016.

Bahkan, seperti disampaikan ibu Pegi, ketika itu polisi menyita dua sepeda motor yang ada di rumah tersebut – yang sampai kini belum diterima kembali pihaknya, padahal salah satu di antaranya sama sekali tak berkaitan dengan kasus ini. Selain itu, kata sang ibu, polisi juga menyita copy Kartu Keluarga, Buku Rapor, dan beberapa dokumen lainnya. “Termasuk foto Pegi, yang diambil dari album,” kata Kartini.

Artinya, bila benar Pegi terlibat dalam kasus itu, polisi sebenarnya sudah bisa menangkapnya sejak 2016 silam. Sementara, kendati sudah memegang foto Pegi, polisi tak menyertakannya dalam DPO yang mereka terbitkan beberapa waktu kemudian. Pendeknya, kalaupun bukan ragu atas keterlibatan Pegi, polisi terkesan tidak serius menangani kasus ini.
Karena itulah, tak berlebihan bila Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, menilai kinerja Polri akan semakin diragukan setelah Pengadilan Negeri (PN) Bandung mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan ini. "Publik akan semakin meragukan kinerja dan hasil kerja penyidik kepolisian ke depan," kata Bambang, sebagaimana dikutip kompas.com.

Bambang menyebut, adanya kewenangan yang besar tanpa kontrol dan pengawasan yang ketat serta sistem yang transparan dan akuntabel berdampak terjadinya melakukan abuse of power (penyalahgunaan kewenangan) dalam penetapan seseorang menjadi tersangka.

Dia mengatakan, hal ini juga terjadi karena penyidik kepolisian tidak profesional dengan mengabaikan standard operating procedure (SOP) dan scientific crime investigation (SCI). "Tidak berjalannya fungsi wassidik (pengawasan penyidikan) internal di level atasnya," ucap Bambang.

Selain itu, Bambang mengatakan, ketidakprofesionalan penyidik itu mengakibatkan banyak pihak dirugikan, di antaranya Pegi Setiawan. Karenanya, ia mendorong Polri mengaudit proses penyidikan yang dilakukan Polda Jawa Barat (Jabar) sejak awal kasus terjadi.

Ia juga meminta Polri melakukan pemeriksaan pada penyidik Polda Jabar yang melakukan penangkapan Pegi Setiawan serta memberi sanksi kepada polisi yang membuat kesalahan. "Segera lakukan penangkapan pada pelaku otak pembunuhan yang sebenarnya. Memberi sanksi bagi oknum yang terlibat dan menganulir promosi oknum-oknum yang melakulan kesalahan," tandas Bambang.

Pertanyaannya: Setelah sempat mendekam di sel polisi, tanpa prosedur hukum yang sah secara hukum, adakah Pegi Setiawan akan mendapat ganti rugi? “Tadi tidak menyebutkan istilahnya ganti rugi dan segalanya. Jadi dihentikan penyidikan dan segera dibebaskan," ujar Kabidkum Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Nurhadi Handayani, sebagaimana dikutip vivanews, Senin, 8 Juli 2024.

Begitulah…

SUMBER: Dari berbagai sumber.

 

No comments