Harmoni Konstruktif Birahi Manusia
Oleh: Ahmad Suhadak*)
Dapat diketahui bersama kabar duka dunia pendidikan dan dunia kedokteran telah terjadi beberapa saat lalu yaitu tidak lain mereka telah abai dalam menjalankan profesi sehingga sedikit mengangkangi nilai moral dalam menjalankan profesi sebagai Dokter dan Pendidik.
Namun diketahui bahwa sistem berfikir otak manusia terdiri dari jaringan saraf yang menghubungkan otak kanan dan otak kiri adalah corpus callosum. Corpus callosum yaitu seikat serabut saraf tebal yang berfungsi sebagai penghubung serta komunikasi antara kedua belahan otak, otak kiri mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh lalu otak kanan mengendalikan sisi kiri tubuh.
Sedangkan perihal saraf sendiri terbagi dalam saraf sensorik dan saraf motorik, saraf sensorik mengantarkan sinyal dari reseptor ke otak dan sumsum tulang belakang yang berarti sensorik berfungsi menerima rangsangan dari luar tubuh sedangkan saraf motorik mengantarkan sinyal dari otak dan sumsum tulang belakang ke otot dan kelenjar dengan kata lain berfungsi menggerakkan tubuh untuk melakukan suatu hal.
Menurut KBBI, birahi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan fase reproduktif pada hewan, terutama mamalia, ketika mereka siap untuk berkembang biak, selanjutnya dalam konteks manusia, birahi dapat merujuk pada perasaan atau dorongan seksual yang kuat.
Sedangkan pakar hormonal Dr. Ijul Kurnia Askar., MARS. menyatakan tindakan yang dilakukan oleh oknum Dokter dan Pendidik tersebut tidak dapat disalahkan juga tidak dapat dibenarkan karena terkadang oleh karena semakin tingginya beban pekerjaan dan minimnya waktu untuk petting dengan pasangan mengakibatkan meluapnya hormon yang tidak dapat dilepaskan dengan baik seperti hormon endorfin, oksitosin, dan norepinefrin yang seharusnya dilepaskan oleh tubuh untuk meredakan stres yang berkepanjangan akibat tekanan aktivitas pekerjaan. Bahkan hal bagusnya bisa jadi mereka menikmati satu sama lain di momen tersebut oleh karena hal tersebut juga terjadi kebanyakan karena adanya rangsangan dari sebuah objek eksternal yang memicu adanya reaksi senyawa kimia seperti dopamim, serotonin, oksitosin, yang terpacu kedalam melodi alam bawah sadar tubuh seseorang sehingga bergejolak dan sulit dikontrol.
Selanjutnya, menurut pegiat hukum Rahman Wahid SH. MH, apapun penyebabnya, tindakan tersebut disebut "pencabulan" -- sebuah tindakan asusila yang tentu saja sanksinya diatur dalam hukum. Yakin, dalam Pasal 289 KUHP, yang bunyinya seperti ini:
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."
Kalimat yang digarisbawahi adalah "memaksa". Lantas apabila dilakukan suka sama suka apakah dapat terjerat? Jawabanya tidak bisa. Kaarena dilakukan atas suka sama suka. Namun, jika melihat kasus tersebut dikarenakan yang dianggap pelaku adalah seorang tokoh besar kampus maka si yang dianggap sebagai korban bisa jadi sebelum melaporkan sudah mencoba mengais sumberdaya pelaku tersebut untuk agar suaranya tidak keluar. "Oleh karena si yang dianggap sebagai pelaku sulit untuk diajak berkompromi maka si yang dianggap sebagai korban terpaksa angkat bicara oleh karena itu hal seperti ini harusnya dapat diselesaikan lewat komunikasi bukan atraksi" ungkap Rahman, pada hari Kamis, 18 April 2025.
*) Pengacara dan pengamat sosial.
No comments