Cakupan APPIK Kian Luas
Pengupasan kepala udang untuk konsumsi ekspor. [via tajuktimur] |
Demikian keterangan
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam sambutannya saat
menghadiri launching sekaligus sosialisasi asuransi APPIK tahun 2018 yang
diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya (DJPB) KKP, di Jakarta, Selasa, 13 November 2018.
“Pertambahan komoditas
dalam perlindungan asuransi ini, tentu saja melalui analisis risiko kerugian
usaha untuk mengidentifikasi risiko-risiko dalam kegiatan usaha, sekaligus
sebagai dasar dalam penentuan besaran premi untuk masing-masing komoditas
hingga terbitnya Izin Produk Asuransi Perikanan tersebut,” kata Slamet
“Kegiatan ini juga
merupakan upaya keberlanjutan perlindungan bagi pembudidaya ikan kecil melalui
asuransi perikanan sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan bagi Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak
Garam,” tambah Slamet, menegaskan urgensi program APPIK.
Dia juga menjelaskan,
selama ini lembaga pembiayan masih menganggap usaha pembudidayaan ikan berisiko
tinggi (high risk). Padahal, risiko tersebut dapat ditekan melalui penguasaan
teknologi dan menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), sehingga risiko tersebut
dapat dihitung atau calculation risk
sekaligus meningkatkan mutu hasil perikanan budidaya.
Maka, menyikapi asumsi
risiko tersebut, sebagai bentuk keberpihakan pemerintah dalam upaya melindungi
pembudidaya ikan dari risiko kegagalan usaha, KKP memberikan bantuan Pemerintah
berupa Premi Asuransi Perikanan yang bertujuan untuk memberikan jaminan
perlindungan atas risiko yang dialami oleh Pembudi Daya Ikan Kecil.
“Di samping memberikan
perlindungan, program asuransi ini juga sekaligus merupakan edukasi untuk
menumbuhkan kesadaran bagi pembudidaya ikan terhadap pentingnya berasuransi,” kata
Slamet.
“Dengan asuransi usaha bagi pembudaya ikan
kecil akan menambah motivasi dan gairah kerja pembudidaya ikan dan menambah
kepercayaan perbankan agar memberikan bantuan permodalan kredit usahanya,”
harapnya.
Bantuan premi asuransi itu
untuk menjamin risiko akibat force majeur atau bencana alam dan kejadian tak
terduga lainnya, seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi, maupun serangan
wabah penyakit ikan yang menyerang pada saat proses usaha budidaya.
Dilansir KKP sejak 2017,
dengan dukungan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan Asosiasi Asuransi Umum
Indonesia (AAUI) melalui konsorsium Perusahaan Asuransi yang dipimppin PT Jasa
Indonesia (Jasindo), sepanjang 2018 ini tak kurang 10.220 hektare luasan yang
terluindungi APPIK. Jumlah pembudidaya yang tercakup mencapai 6.914 orang, naik
345% dibandingkan 2017 yang hanya 2.004 orang. Total klaim yang diajukan
sebesar Rp 676.151.000, 45,53% dari nilai premi yang dibayarkan.
“Untuk itu, terima kasih
dan apresiasi kami kepada OJK dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia serta semua
pihak atas dukungannya sehingga program ini dapat berjalan dengan sukses,” kata
Slamet.
Menurut data pihak
Slamet, potensi komoditas yang diasuransikan tahun ini juga sangat besar dan
tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Udang di provinsi NTB, Jatim,
Jabar, Lampung, Sumsel, Sultra, Sulsel, Jateng, Sulbar, Maluku dengan target
produksi 806.257 ton. Komoditas bandeng di provinsi Jatim, Sulsel, Jabar, Jateng,
Sultra, Kalsel, Sumsel, Aceh, Kalsel, Kalbar dengan target produksi 924.150
ton. Komoditas ikan patin di Provinsi Sumsel, Kalteng, Kalsel, Riau, Jambi,
Jabar, Lampung, Sumbar, Jatim, Kaltim dengan target produksi 604.587 ton. Dan
komoditas nila di Provinsi Jabar, Sumsel, Sumbar, Sulut, Sumut, Jateng,
Bengkulu, Jatim, Kalsel, Jambi dengan target produksi 1.567.488. Total pembudidaya
yang terlibat di dalamnya kurang lebih 3.740.528 orang.
Potensi dan besarnya
jumlah komoditas dan pembudi daya tersebut tentu saja menjadi tantangan
sekaligus peluang bagi Perusahaan Asuransi menuju asuransi mandiri. Juga bagi
pihak Slamet. “Kami akan terus memberikan edukasi dan mendorong untuk
terwujudnya asuransi mandiri tersebut, sehingga ke depan asuransi tidak hanya
bagi pembudidaya dengan teknologi sederhana, tetapi lebih dari itu diharapkan
juga untuk teknologi semi dan intensif yang dapat menjangkau pembudidaya skala
menengah dan besar,” kata Slamet.
Wahyuning Muliadi
No comments