Menjerat Pelaku Deepfake Porn
Apa itu Deepfake Porn? Apa ciri-cirinya? Apa pula dampaknya? Pasal-pasal apa yang bisa dipakai untuk menjeratnya?
Reksanews, 17 April 2025, Menurut Marissa Koopman (et.al) dalam Detection of Deepfake Video Manipulation pada Proceedings of the 20th Irish Machine Vision and Image Processing Conference, University of Amsterdam & Netherlands Forensic Institute, 2018
“The Deepfake algorithm allows a user to switch the face of one actor in a video with the face of a different actor in a photorealistic manner”.
Artinya, algoritma deepfake memungkinkan seseorang untuk mengganti wajah seorang aktor dalam sebuah video porno dengan wajah orang lain secara sangat realistis, seolah-olah video tersebut asli.
Fenomena deepfake porn atau konten pornografi berbasis teknologi kecerdasan buatan (AI) yang memalsukan wajah seseorang dalam adegan seksual tanpa persetujuan terus menimbulkan keresahan publik. Di Indonesia, tren ini mulai mengkhawatirkan seiring semakin mudahnya akses terhadap aplikasi AI yang dapat memanipulasi gambar dan video.
Meskipun kelihatannya “hanya video palsu”, akibatnya bisa sebesar kejahatan seksual secara digital, karena menyangkut eksploitasi tubuh dan pelanggaran martabat seseorang.
Ciri khas Deepfake Porn :
- Wajah korban dipalsukan dan ditempel ke tubuh dalam video porno.
- Biasanya dibuat tanpa seizin korban.
- Dapat disebarkan secara online dan menjadi viral.
- Sering kali digunakan untuk menjatuhkan reputasi atau balas dendam.
Bahaya dan Dampaknya :
- Merusak nama baik korban, terutama jika korban adalah publik figur atau tokoh terkenal.
- Menimbulkan trauma psikologis dan tekanan sosial.
- Pelanggaran privasi yang serius, karena wajah termasuk data biometrik.
- Sulit dilacak pelakunya, karena bisa disebarkan lewat akun anonim.
Menurut Advokat dan Konsultan Hukum, Adi Prakoso, S.H, pada kantor Ansorul & Partners Law Firm, meskipun belum ada regulasi khusus terkait deepfake porn dalam hukum positif kita, praktik deepfake porn dapat dijerat dengan sejumlah pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain:
Pasal yang Dapat Dikenakan :
1. UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang telah diubah menjadi UU No. 19 Tahun 2016. Pasal ini mengatur larangan distribusi atau transmisi konten yang melanggar kesusilaan.
2. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Tindakan ini bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP, terutama jika konten tersebut menyudutkan korban di ruang publik.
3. KUHP Baru (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Baru
Sebagaimana yang diatur berdasarkan Pasal 407 Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku pada tahun 2026. Pasal ini mengatur larangan untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi
4. UU Pornografi
Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pelaku dapat dikenakan pasal 4 ayat (1) yang melarang pembuatan dan penyebaran konten pornografi, apalagi jika dilakukan tanpa persetujuan pihak yang wajahnya digunakan.
5. UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP)
Dengan disahkannya UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, penggunaan wajah seseorang tanpa izin untuk keperluan seksual atau manipulatif bisa dianggap pelanggaran data biometrik.
Tantangan Penegakan Hukum
Adi Prakoso, S.H menambahkan, kendati sudah ada beberapa regulasi yang dapat menjerat pelaku, aparat penegak hukum kerap kesulitan dalam proses pembuktian teknis dikarenakan banyak pelaku yang menggunakan identitas palsu dan menyebarkan konten melalui jaringan anonim. Pemerintah Indonesia perlu membuat regulasi khusus yang mengatur penyalahgunaan AI, termasuk deepfake, dalam konteks seksual maupun non-seksual, guna melindungi martabat dan privasi warga negara.
(Ali)
No comments